Indonesia mewaspadai penyakit baru udang. Penyakit bernama Early Mortality Syndrome (EMS) atau Acute Hepatopancreatic Necrosis Syndrome (AHPNS) ini ditetapkan sebagai hama dan penyakit ikan karantina yang diwaspadai masuk ke Indonesia.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo, penyakit ini bisa menyebabkan kematian fatal 100 persen udang berumur 20-30 hari.
Penyakit ini pertama kali muncul di China tahun 2009. Setahun kemudian menyebar ke Vietnam, lalu Malaysia (2011) dan Thailand (2012). Tahun ini penyakit menyerbu Meksiko.
"Pencegahan telah dilakukan terutama melalui tindakan penolakan udang yang berasal negara-negara yang telah terinfeksi penyakit tersebut," kata Sharif saat membuka Seminar Nasional Penyakit Ikan Karantina di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta seperti diberitakan Jurnas.com belum lama ini.
Sinergi dalam pencegahan terus dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap usaha budidaya ikan serta eksportir dan importir.
Kewaspadaan tinggi diberlakukan. Pasalnya, dampak penyakit ini sangat luar biasa. Di Vietnam, EMS/AHPNS menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp1 triliun.
Di Thailand, 90 persen tambak harus dikeringkan. Di Malaysia penurunan produksi udang mencapai 30 ribu ton pada tahun 2011 atau 42 persen dari produksi normalnya.
Akibat lainya adalah penurunan signifikan ekspor udang ke Amerika Serikat dari negara yang terinfeksi. "Tahun 2013 penurunan ekspor daru Thailand sebanyak 23,8 persen senilai USD39,4 juta, vietnam 19,7 persen senilai USD15 juta, dan China 28,4 persen atau senilai USD12,3 juta," kata Sharif.
Sharif mengakui ancaman penyakit berbahaya masih menjadi kendala perikanan budidaya di negara manapun. Beberapa penyakit seperti EMS/AHPNS ini bahkan mampu menghancurkan budidaya di suatu wilayah bahkan sebagian besar wilayah negara.
Kebanyakan penyakit tersebut adalah jenis yang mampu melintasi batas negara melalui ikan atau produk perikanan yang diperdagangkan antar negara.
Beberapa jenis ikan yang masuk ke Indonesia menurut Sharif menjadi media penyebaran penyakit ikan. Beberapa penyakit itu antara lain Lchthyophtirius Multifiliis, Lernea Cyprinacea, White Spot Syndrome Virus (WSSV) Viral Nervous Necrosis Virus (VNNV), Koi Herpes Virus (KHV) dan Taura Syndrome Virus (TSV) yang biasa disebut ikan eksotik.
Bahkan ada satu jenis penyakit Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) yang menyerang udang Vanamei di Situbondo pada Mei 2006 pantas diduga sebagai konspirasi atau bentuk bioterorisme untuk menghancurkan Indonesia sebagai produsen utama dunia.
Ada pula virus ikan yang pernah menghancurkan perikanan Indonesia yakni virus ikan koi (Koi Herpes Virus) yang menghancurkan budidaya ikan mas dan koi di bebera wilayah. Kematian massal bahkan mencapai 95 persen.
Di Jawa Barat kerugian ekonomi mencapai Rp100 miliar pada tahun 2002. Hingga 2006 diperkirakan kerugian mencapai Rp250 miliar. Di Israel penyakit ini diketahui menyebabkan kerugian ekonomi hingga USD4 juta per tahunnya dalam kurun waktu 2002-2003.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo, penyakit ini bisa menyebabkan kematian fatal 100 persen udang berumur 20-30 hari.
Penyakit ini pertama kali muncul di China tahun 2009. Setahun kemudian menyebar ke Vietnam, lalu Malaysia (2011) dan Thailand (2012). Tahun ini penyakit menyerbu Meksiko.
"Pencegahan telah dilakukan terutama melalui tindakan penolakan udang yang berasal negara-negara yang telah terinfeksi penyakit tersebut," kata Sharif saat membuka Seminar Nasional Penyakit Ikan Karantina di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta seperti diberitakan Jurnas.com belum lama ini.
Sinergi dalam pencegahan terus dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap usaha budidaya ikan serta eksportir dan importir.
Kewaspadaan tinggi diberlakukan. Pasalnya, dampak penyakit ini sangat luar biasa. Di Vietnam, EMS/AHPNS menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp1 triliun.
Di Thailand, 90 persen tambak harus dikeringkan. Di Malaysia penurunan produksi udang mencapai 30 ribu ton pada tahun 2011 atau 42 persen dari produksi normalnya.
Akibat lainya adalah penurunan signifikan ekspor udang ke Amerika Serikat dari negara yang terinfeksi. "Tahun 2013 penurunan ekspor daru Thailand sebanyak 23,8 persen senilai USD39,4 juta, vietnam 19,7 persen senilai USD15 juta, dan China 28,4 persen atau senilai USD12,3 juta," kata Sharif.
Sharif mengakui ancaman penyakit berbahaya masih menjadi kendala perikanan budidaya di negara manapun. Beberapa penyakit seperti EMS/AHPNS ini bahkan mampu menghancurkan budidaya di suatu wilayah bahkan sebagian besar wilayah negara.
Kebanyakan penyakit tersebut adalah jenis yang mampu melintasi batas negara melalui ikan atau produk perikanan yang diperdagangkan antar negara.
Beberapa jenis ikan yang masuk ke Indonesia menurut Sharif menjadi media penyebaran penyakit ikan. Beberapa penyakit itu antara lain Lchthyophtirius Multifiliis, Lernea Cyprinacea, White Spot Syndrome Virus (WSSV) Viral Nervous Necrosis Virus (VNNV), Koi Herpes Virus (KHV) dan Taura Syndrome Virus (TSV) yang biasa disebut ikan eksotik.
Bahkan ada satu jenis penyakit Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) yang menyerang udang Vanamei di Situbondo pada Mei 2006 pantas diduga sebagai konspirasi atau bentuk bioterorisme untuk menghancurkan Indonesia sebagai produsen utama dunia.
Ada pula virus ikan yang pernah menghancurkan perikanan Indonesia yakni virus ikan koi (Koi Herpes Virus) yang menghancurkan budidaya ikan mas dan koi di bebera wilayah. Kematian massal bahkan mencapai 95 persen.
Di Jawa Barat kerugian ekonomi mencapai Rp100 miliar pada tahun 2002. Hingga 2006 diperkirakan kerugian mencapai Rp250 miliar. Di Israel penyakit ini diketahui menyebabkan kerugian ekonomi hingga USD4 juta per tahunnya dalam kurun waktu 2002-2003.
0 Response to "WASPADAI !!! INILAH UDANG YANG DI SERBU VIRUS MEMATIKAN, PENIKMAT SEEFOOD SILAKAN BACA ?"
Posting Komentar